PortalBMR, Boltim – Infrasruktur penunjang Pemerintah Daerah (Pemda) Boltim, yang terbengkalai akibat sudah tidak digunakan lagi, kini jadi sasaran para Anak Baru gede (ABG) untuk dijadikan tempat pesta miras, salah satunya Pos Polisi Kehutanan di Desa Motongkad Selatan Kecamatan Motongkad Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) kerap digunakan para remaja sebagai tempat untuk menikmati zat adiktif.
Menurut penuturan warga sekitar Pos Polhut jarang digunakan sebagaimana mestinya. Jarang petugas yang terlihat di pos tersebut, sehingga menjadi kesempatan para ABG untuk kongko- kongko.
“Pos Polhut itu jarang digunakan. Banyak anak sekolah yang selalu datang ke situ, dan jadi ajang pesta miras dan sejenisnya, bahkan ada ribuan sampah sachet obat batuk yang berserakan di bagian depan ruang piket jaga, serta di dua ruang kamar pos. selain sachet obat, ada juga botol air mineral yang digunakan untuk minuman beralkohol,” ujar Rifky Palengkahu, Kamis (23/02/2017).
Dia meminta instansi terkait dapat menutup pos tersebut agar tak merugikan semua pihak termasuk generasi muda Boltim untuk menggunakan obat yang mengandung dextromethorpan.
“dari pada pos itu tak dimanfaatkan lebih baik ditutup saja, Saya khawatir jangan sampai pos itu justru digunakan sebagai tempat tempat esek-esek, berharap pihak sekolah juga agar dapat melarang siswanya berkumpul ditempat tersebut,” tegasnya.
Plt Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rahman Potale saat dikonfirmasi tak menampik hal tersebut. Pihaknya terus mengunci pos tersebut, namun terus dirusak orang tak bertanggungjawab.
“Ke depan kita akan bekerja sama dengan instansi terkait seperti Pol PP, dinas perhubungan bahkan kepolisian agar bisa memanfaatkan pos posisi di Boltim sebagai pos terpadu,”tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan Boltim Yusri Dampolii mengaku prihatin akan kondisi siswa saat ini yang banyak menyalahgunakan obat batuk dan ehabon. Pihaknya terus berupaya membendung perilaku dengan menekan sekolah agar mengawasi siswanya.
“Ini butuh peran serta semua pihak, tak hanya guru. Tapi pemerintah desa dan orangtua, sebab sekolah tak bisa mengawasi siswanya 1×24 jam,” bebernya.
Dia pun meminta para pedagang agar tak melayani anak-anak yang membeli bahan-bahan tersebut dalam skala besar.(fac)