PortalBMR KOTAMOBAGU – Ketua ALIANSI MASYARAKAT ADAT BOLANG MONGONDOW RAYA (AMABOM RAYA) Drs.H.Zainul Armyn Lantong, SH bersama Sekertaris Umum Dr. Muliadi Mokodompit, SE,SH,M,SI meluruskan perkembangan mengenai pemberian gelar adat kepada seseorang sebagaimana yang dilaksanakan oleh AMABOM selama kepengurusan mereka 10 tahun terakhir.
Ketua AMABOM bersama sekum menjelaskan pemberitaan persoalan pemberian gelar adat kepada seseorang telah melalui kajian secara konferhensip oleh para dewan adat. Selain itu ada perbedaan antara pemberian gelar adat dan pengangkatan warga kehormatan masyarakat adat.
Gelar adat diberikan kepada siapa saja yang dianggap telah berjasa terhadap daerah Bolaang Mongondow raya yang pengusulannya berdasarkan tiga pintu, yakni pertama melalui usulan pemerintah, kedua melalui usulan masyarakat dan ketiga melalui pertimbangan dewan adat sendiri.
Sedangkan pengangkatan warga kehormatan adat Bolmong, diberikan kepada siapa saja yang ketika datang di tanah adat BMR kemudian memberikan perhatian dan aksi nyata yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat adat BMR ke depan, berdasarkan pertimbangan Dewan Adat.
“Kami sangat selektif untuk memberikan gelar adat kepada seseorang, namun polemik pemberian gelar adat “mungkin” ada ketidak sukaan pribadi kepada kami yang dipercayakan sebagai pengurus AMABOM. Karena AMABOM dalam pemberian gelar adat hingga saat ini selalu melalui kajian dewan adat”, ujar Ketua AMABOM yang biasa disapa Jemmy Lantong.
“ada saja pihak tertentu yang sampaikan AMABOM obral gelar adat dan terlalu murah memberikan gelar adat, ini kekeliruan yang sangat fatal, selama saya sebagai ketua Umum AMABOM lebih dari sepuluh tahun lalu hingga terpilih kembali dalam Bakid Moloben kedua beberapa hari yang lalu, baru 3 orang yang diberikan gelar adat, namun dikesankan mengobral gelar, ini yang perlu diluruskan. Pun – Terkait persoalan yang dipolemikkan segelintir orang agar dicabut gelar adat yang telah diberikan AMABOM kepada Hadi Pandunata satu tahun yang lalu, perlu kami luruskan agar tidak terjadi pemahaman yang menyesatkan” ujar Ketua AMABOM.
Dijelaskan, Pertama, bahwa yang diangkat sebagai warga kehormatan masyarakat adat BMR oleh AMABOM pada 22 Juli tahun lalu adalah Hadi Pandunata, dan bukan Victor Pandunata seperti yang persepsikan pihak tertentu belakangan ini. Kedua, bahwa yang diberikan AMABOM kepada Hadi Pandunata bukan gelar adat, tetapi pengangkatan warga kehormatan adat Bolaang Mongondow.
Lanjutnya, Hadi Pandunata ayah dari Victor Pandunata adalah sosok yang kami dan dewan adat menilai Sangat layak diangkat sebagai warga kehormatan masyarakat adat. Karena ketika kami undang Hadi Pandunata untuk memberikan kuliah umum saat pelepasan KKN IAI Kotamobagu tahun 2022, beliau memiliki konsep dan pandangan mengenai pengembangan putra-putri Bolmong raya ke depan yang langsung dapat diimplementasikan ditengah masyarakat adat BMR.
“Banyak pokok-pokok pikiran yang membangun dan peduli membangun daerah lahir dari Hadi Pandunata, dan itu bukan hanya sebagai wacana, tapi dibarengi dengan tindakan nyata konkrit yang membawa perubahan peradaban bmr ke depan. Beliau mensponsori membuka hubungan antara presiden University dan universitas Islam internasional Indonesia bekerjasama dengan Institut Agama Islam Kotamobagu dalam pengembangan dan pembangunan SDM putra-putri BMR ke depan, dengan beasiswa full% termasuk biaya hidup selama menimbah ilmu di kampus kelas internasional tersebut, dimana Bahasa pengantar adalah full Bahasa Inggris dan Arab. Saat ini sudah ada dua angkatan putra BMR berjumlah enam orang yang kuliah menimbah ilmu di Presiden University ditambah satu Dosen. Selain itu diberikan kesempatan pengembangan capacity building bagi kampus IAI Kotamobagu, hingga pembelajaran rutin Bahasa inggris untuk civitas akademika IAI Kotamobagu, dan ini semua free” ucap Sekum AMABOM Dr. Muliadi Mokodompit, SE,SH,M,SI, yang kebetulan mengenal Putra beliau karena sama-sama sebagai alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI).
Bahkan kata sekum, pak Hadi Pandunata mengajak pengacara-pengacara muda Bolmong berada dalam satu bendera pengacara ternama Hotman Paris Hutapea, maupun pengacara senior lainya, tujuannya, agar bagaimana pengacara muda BMR menjalankan profesi pengacara dengan baik ke depan.
Selain itu, Hadi Pandunata termasuk pemikir sekaligus mendorong masyarakat untuk terjun dalam dunia pertanian, yang ternyata sejalan dengan program mari berkebun yang dalam bahasa Bolmong IGAI MONONGGOBA, dimana sudah dimulai proses perencanaan penanaman jagung dan pembuatan Gudang pengolahan dan penyimpanan, hingga perencanaan pembangunan pabrik pakan ternak, perhotelan dan pertambangan yang memiliki konsep memberdayakan masyarakat adat melalui skema kerjasama yang saling menguntungkan.
“Pak Hadi Pandunata diangkat sebagai warga kehormatan adat Bolmong dengan sebutan “Tongganut in ta Motompira”, yang artinya mengajak kejalan yang baik, sehingga dua hal berbeda antara pengangkatan warga kehormatan adat dan penobatan/pemberian gelar adat. Karena Hadi Pandunata sudah membantu dengan nyata, kalau kita mengangkat beliau sebagai warga kehormatan apa yang salah?, apakah masyarakat adat dirugikan?, justru kita masyarakat adat BMR yang diuntungkan, Ujar Anggota Dewan Adat AMABOM BMR L.K. Mokoginta.
Dikatakan juga, terkait pemberian gelar adat atau pengangkatan warga kehormatan di AMABOM itu sudah melalui kajian oleh dewan adat dan memang ranah dewan adat.
“Saya dengan pak ketua tidak terlibat dalam pengkajian pemberian gelar adat atau pengangkatan warga kehormatan adat. karena itu adalah ranah dewan adat AMABOM BMR yang jumlahnya saat ini ada 23 orang mewakili 4 ekswapradja se BMR. Dalam rapat dewan adat, diputuskan apakah seseorang layak, kemudian apa Namanya apa hak dan kewajibannya, dan setelah itu tugas saya dan pak ketua AMABOM yang akan melaksanakan prosesi dari hasil keputusan dewan adat tersebut” ungkap Muliadi Mokodompit.
Sebagaimana diketahui bahwa memasuki pertengahan Juli ini, sempat muncul usulan pencabutan gelar adat kepada Hadi Pandunata yang telah diberikan AMABOM karena sudah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam sebuah kasus, namun ternyata yang ditetapkan tersangka adalah Victor Pandunata dan itupun masih tetap dalam sikap kita menganut asas “Praduga tak bersalah”, terlebih kasus ini seperti dipaksakan dan semuanya akan terang di hasil keputusan pengadilan nanti,
“kita jangan sekali-kali memutuskan dan menetapkan status hukum seseorang bersalah atau tidak kecuali itu keluar dari putusan Hakim”, ujar Dosen Hukum Muhammad Aris Ghaffar Binol, SH,MH.
“Kalau masih status tersangka, maka masih terbuka diputus bersalah atau tidak oleh hakim, semua masih dapat diuji didepan pengadilan, dan apapun putusan harus kita hormati, sehingga jangan sekali-kali menjastice apalagi memvonis seseorang bersalah sebelum putusan inkrah, tandasnya”.