PortalBMR, BOLMONG – Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian RI, Pending Dadih Permana mengingatkan, para kepala daerah untuk tidak sembarangan mengambil kebijakan alih fungsi lahan pertanian pengan berkelanjutan (LP2B).
Menurutnya lahan pertanian pangan, merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, juga dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan ada sanksi pidana jika LP2B dialih fungsikan secara sembarangan.
“Ada sanksi pidana jika lahan pertanian yang ditetapkan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dialih fungsikan, yang tidak pada tempatnya,” tegas Pending saat memberikan sambutan pada kunjungan kerja di Desa Totabuan Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow Jumat (9/2).
Dia menjelaskan, negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara. Sehingga, negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.
Dia menjelaskan, sesuai amanat undang-undang nomor 41 Tahun 2009 bab 16 soal ketentuan pidana.
Pada pasal 72 ayat 1. Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat 2. Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Ayat 3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Pasal 73. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 74 (1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh suatu korporasi, pengurusnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
Ayat 2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana berupa:
- perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
- pembatalan kontrak kerja dengan pemerintah;
- pemecatan pengurus; dan/atau d. pelarangan pada pengurus untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana diatur dalam bab ini menimbulkan kerugian, pidana yang dikenai dapat ditambah dengan pembayaran kerugian.
Dia juga mengatakan, alih fungsi lahan pertanian di perkotaan dan pinggiran perkotaan saat ini berpotensi sangat besar. Dia berharap kepala daerah untuk memperhatian terkait dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
“Pidana ini tanggung renteng. Sebelum menjurus ke kepala daerah, tentu yang pertama adalah dinas pertanain. Sebab izin pengeringan lahan itu diawali dari dinas” ujar dia.
Membangun lahan yang baru butuh investasi besar sekali kata dia. Membangun pertanian tidak hanya dilakukan oleh kementerian, tetapi partisipasi daerah, masyarakat dan dunia usaha.
Maka apabilan daerah sudah membangun kawasan dan dibackup pemerintah daerah, tentu investasi kemitraan bisa terjalin dan berjalan.
“Tugas pemerintah adalah membuat rintisannya kemudian memfasilitasi infrastruktur dasarnya yang merupakan tugas pemerintah pusat, pemeringah provinsi dan disenegritas dengan pemerintah daerah. Dia beraharap bantuan yang diserahkan ke kepada kelompok tani untuk organisir di maksimalkan.